Kamis, 01 Juli 2010

Diabetes Type 2 Pengertian dan Komplikasinya

Adalah:
Kondisi kronis yang mempengaruhi cara tubuh memetabolisme gula (glukosa), sebagai sumber utama bahan bakar/energi tubuh.
Belum ada obat untuk DM 2, tetapi penderita dapat menunda, atau bahkan mencegah munculnya DM 2 ini, dengan diet, olahraga dan menjaga berat badan yang ideal.
Bila belum cukup, perlu obat atau insulin untuk mengelola gula darah.
Gejala :
DM 2 berkembang sangat lambat, terkadang selama bertahun-tahun tidak bergejala atau tidak disadari.
Yang biasa muncul adalah :
  • Peningkatan rasa haus dan sering buang air kecil.
  • Peningkatan rasa lapar.
  • Penurunan berat badan.
  • Mudah lelah dan mudah marah.
  • Penglihatan kabur.
  • Bila terluka lambat sembuh atau sering terkena infeksi.
  • Daerah kulit tertentu menjadi lebih hitam dari tempat lainnya, seperti di ketiak dan leher, disebut acanthosis nigricans.
Penyebab.
Tubuh resisten terhadap hormon insulin dan atau pancreas tidak menghasilkan cukup insulin.
Tepatnya belum diketahui, diduga ada 2 faktor penting :
  • Kelebihan berat badan.
  • Kurangnya aktivitas.
Tidak sepenuhnya di fahami mengapa sebagian orang menjadi sakit diabetes tipe 2 dan lainnya tidak.
Faktor yang mudah untuk menjadi sakit, antara lain :
  • Kelebihan Berat Badan.
  • Kurangnya aktifitas.
  • Adanya riwayat keluarga dengan diabetes tipe.
  • Ras.
  • Usia tua.
  • Pradiabetes.
  • Gestational diabetes/munculnya diabetes ketika hamil.
Komplikasi.
Di bagi menjadi komplikasi akut/kegawatdaruratan dan komplikasi khronis.
A. Komplikasi Akut/kegawatdaruratan.
1. Gula darah tinggi (hiperglikemia).
Tanda-tanda dan gejala gula darah yang tinggi :
  • sering buang air kecil,
  • meningkatnya rasa haus,
  • mulut kering, penglihatan kabur,
  • kelelahan,
  • mual.
Perlu penyesuaian perencanaan makan, obat atau keduanya.
2. Peningkatan keton dalam urin (diabetes ketoasidosis).
Tanda-tandanya :
  • hilangnya nafsu makan,
  • lemah,
  • muntah,
  • demam,
  • sakit perut,
  • napas berbau buah manis.
Kondisi ini lebih umum pada orang dengan diabetes tipe 1.

3. Hyperglycemic non-ketotic sindrom hiperosmolar.

Tanda dan gejala ini mengancam jiwa bila:
  • Gula darah lebih dari 600 mg / dL,
  • mulut kering,
  • sangat haus, demam di atas 101 F (38ยบ C),
  • mengantuk,
  • kebingungan,
  • kehilangan penglihatan,
  • halusinasi, urin menjadi gelap.
Hal ini lebih umum terjadi pada orang dengan diabetes tipe 2, dan sering didahului oleh suatu penyakit, biasanya berkembang selama berhari-hari atau berminggu-minggu.
4. Gula darah rendah (hipoglikemia).
Sebab terjadinya:
  • Melewatkan makan dan lebih banyak kegiatan fisik dari biasanya.
  • Minum obat penurun glukosa yang memacu keluarnya insulin atau pada pengobatan dengan insulin.
Gejala gula darah rendah:
  • berkeringat,
  • gemetar,
  • lemah,
  • kelaparan,
  • pusing,
  • sakit kepala,
  • penglihatan kabur,
  • jantung berdebar-debar,
  • merancau,
  • mengantuk,
  • kebingungan,
  • kejang.
  • Jika terjadi hipoglikemia pada malam hari, akan terbangun dengan pakaian tidur yang basah karena keringat atau sakit kepala. Ada reaksi balik alamiah hipoglikemia malam menyebabkan hiperglikemi sangat tinggi di pagi hari.
Jika ada gejala gula darah rendah, makan atau minum yang cepat meningkatkan kadar gula darah:
  • Jus buah,
  • glukosa tablet,
  • permen,
  • soda biasa (bukan diet) atau sumber gula lain.

Check gula darah dalam 15 menit kemudian untuk memastikan kadar glukosa darah sudah kembali normal. Jika tidak turun, obati lagi dan chek kembali 15 menit kemudian. Jika kehilangan kesadaran, anggota keluarga atau orang dekat mungkin bisa memberikan suntikan darurat glukagon, suatu hormon yang menstimulasi pelepasan gula ke dalam darah.

B. Komplikasi kronis .

  1. Penyakit jantung dan pembuluh darah. Penyakit jantung koroner dengan nyeri dada (angina), serangan jantung, stroke, penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis) dan tekanan darah tinggi. Risiko stroke lebih dari 2 kali lipat dalam 5 tahun pertama. Sekitar 2/3 penderita diabetes meningggal karena penyakit jantung dan pembuluh darah.
  2. Kerusakan saraf (neuropati). Terutama pada kaki, menyebabkan kesemutan, mati rasa, rasa perih/terbakar atau rasa sakit yang biasanya dimulai dari ujung jari kaki atau jari tangan dan secara bertahap menyebar ke atas dan kehilangan semua rasa pada anggota badan yang terkena. Kerusakan saraf pengontrol pencernaan dapat menyebabkan terasa mual, muntah, diare atau sembelit. Disfungsi ereksi pada laki laki.
  3. Kerusakan ginjal (nefropati).
  4. Kerusakan mata. Retinopati diabetes menyebabkan buta, katarak dan glaukoma.
  5. Luka pada kaki.
  6. Kulit lebih rentan terhadap infeksi bakteri dan jamur.
  7. Mulut mudah terjadi infeksi gusi.
  8. Osteoporosis.
  9. Penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.
  10. Gangguan pendengaran.
Tes laboratorium dan diagnosis.
1. Glycated hemoglobin (A1C) tes.
Tes darah ini menunjukkan rata-rata tingkat gula darah selama dua sampai tiga bulan. A1C pada tingkat 6 dan 6,5 % dianggap pradiabetes, yang menunjukkan risiko tinggi diabetes. 6,5 % atau lebih tinggi pada 2 kali tes yang berbeda menunjukkan bahwa seseorang memiliki diabetes.
2. Tes gula darah sewaktu/acak.
Sampel darah diambil pada waktu acak pada saat terakhir kali makan, bila gula darah sewaktu didapati 200 mg / dL atau yang lebih tinggi dapat dipastikan menderita diabetes.
3. Tes gula darah puasa.
Sampel darah diambil setelah semalam puasa 8 jam.
  • 100 mg / dL adalah normal.
  • 100-125 mg / dL dianggap pradiabetes.
  • Jika itu 126 mg / dL atau lebih tinggi pada 2 kali tes terpisah, diabetes.
4. Tes toleransi glukosa oral (GTT) juga dapat dilakukan.

Untuk tes ini, harus puasa semalam, tingkat gula darah puasa diukur.Kemudian, minum cairan manis, kadar gula darah di cek berkala selama beberapa jam. Bila terbaca lebih dari 200 mg / dl pada 2 jam pertama menunjukkan diabetes. Antara 140 dan 199 mg / dL mengindikasikan pradiabetes.

Screening rutin di komendasikan diabetes tipe 2 pada usia awal 45 th, terutama jika kelebihan berat badan. Jika normal, ulangi tes setiap 3 tahun. Jika hasilnya perbatasan, mintalah dokter kapan harus datang kembali untuk tes. Screening juga direkomendasikan untuk orang-orang yang berada di bawah 45 th dengan factor resiko seperti diatas. Tekanan darah di atas 135 / 80 mm Hg.

A1C perlu diperiksa antara 2 - 4 kali setahun. Tindak lanjut pemeriksaan A1C dapat bervariasi, tergantung pada usia dan berbagai faktor lainnya. Bagi kebanyakan orang direkomendasikan tingkat A1C di bawah 7 persen.

Dibandingkan dengan test gula darah harian masih lebih baik tes A1C, untuk mendeteksi seberapa baik perawatan DM-nya.

Uji sampel darah dan air seni berkala untuk memeriksa kadar kolesterol, fungsi tiroid, fungsi hati dan fungsi ginjal. Periksa tekanan darah, lakukan tes uji mata dan kaki.

Terapi Hipertensi dengan Penyakit Penyerta

Diambil dari buku HIPERTENSI ; PEDOMAN KLINIS DIAGNOSIS & TERAPI BARRY J.SOBEL,MD ;GEORGE L.BAKRIS, M.D., FACAP
A. Pasien yang tidak patuh.
  1. CCB yang single dose/kerja lama : Tensivask, Adalat Oros.
  2. Alfa bloker : Doxazosin ( Cordura ).
B. Pasca Miokard infark.
  1. Beta bloker non-ISA : Atenolol, Metoprolol, Betaxolol.
  2. CCB Non-dihidropiridin : Diltiazem, Verapamil.
  3. ACEI untuk pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.
C. Ansietas atau Imsomnia.
  1. Beta bloker.
  2. Penghambat sentral : Klonidin.
D. Usia lanjut.
  1. Diuretik.
  2. CCB.
  3. ACEI.
  4. Nitrat yang dengan HT Sistolik, khususnya pada PJK.
E. HT sistolik terisolasi.
  1. Diuretik.
  2. Isosorbid kerja lama.
  3. CCB.
F. O b e s i t a s.
  1. Diuretik.
  2. CCB.
G. HT terakselerasi/maligna.
  1. ACEI.
  2. Hidralazin atau Minoksidil disertai Diuritik dan Beta bloker.
H. Usia muda.
  1. ACEI kecuali wanita yang mungkin menjadi hamil.
  2. CCB.
  3. Alfa-1 bloker.
I. Usia muda hiperdinamis.
  1. Verapamil.
  2. Beta bloker non-ISA.
J. Gagal jantung kongestif.
  1. Diuritik.
  2. ACEI : hati-2, hindari NSAID.
K. Hipertrofi Ventrikel kiri.
  1. CCB Non-dihidropiridin.
  2. ACEI.
  3. Alfabloker.
  4. Beta bloker.
  5. Klonidin.
  6. Diuretik.
L. Atritis.
  1. CCB.Alfa bloker.
  2. Kontraindikasi: a. ACEI + NSAID termasuk Salisilat kecuali Naproxen. b. ACEI + Diuritik hemat Kalium + NSAID. c. Beta bloker + Diuritik hemat Kalium + NSAID.

M. Asma dan PPOM.
  1. CCB Dihidropiridin.
  2. Kontra indikasi : a. Beta bloker. b. Alfa-2 bloker sentral dan Alfa-1 bloker. c. Diuretik.
  3. ACE Inhibitor.
N. Nefrolitiasis karena hiperkalsuria.
  1. Tiazid.
O. Hiperaldosteronisme.
  1. Spironolakton s/d 400 mg/hari (drug of choice).
  2. Kalau perlu ditambahkan Hct 12.5 mg – 25 mg / hari.
  3. Obat ketiga CCB dan ACEI.
  4. Pada semua kasus perlu pemantauan serum Kalium selama terapi.
P. Penyakit hati.
Kontra indikasi : a. ACEI terutama bila dengan NSAID. b. Labelatol. c. Metildopa.

Q. Hiperlipidemia.
  1. Alfa bloker.
  2. CCB.
  3. ACEI.
  4. Beta bloker ISA.
R. DM stadium dini (mikro albuminuria tanpa azotemia.

  1. ACEI. a. DM tipe I memperlambat progresivitas penyakit Ginjal yang menetap dengan mikroalbuminuria non-azotemia. b. Meperlambat kerusakan fungsi Ginjal Normotensif DM tipe I dan II dengan mikroalbuminuria dan fungsi Ginjal yang awalnya normal.
  2. ACEI dan CCB Nondehidropiridin : DM dengan PJK atau HT yang sulit Dikontrol.
  3. ACEI dan Diuretik : DM dengan HT yang sulit dikontrol disertai retensi Natrium oleh karena DC atau gagal Ginjal atau Nefrotik sindrom.
  4. Beta-1 bloker selektif dengan dosis terendah : untuk Pasca Infark Miokard dan Angina yang tidak resposif dengan CCB.
S. DM stadium lanjut ( Kreatinin serum ≤ 1,5 mg/dl Proteinuria > 1 g/24 jam).
  1. Diuritik.
  2. CCB Non-dehidropiridin dengan atau tanpa ACEI.
  3. Kontrol Kreatinin, Kalium dan Proteinuria.
T.Takikardi supra Ventrikuler atau Angina.
  1. Beta bloker.
  2. CCB Penurun denyut Jantung.
U. Migren.
  1. Beta bloker.
  2. CCB.
  3. Agen pengaktivasi saraf pusat.
V. Bradikardia.
  1. Vasodilator direk.
W. Tremor esensial.
  1. Beta bloker.
X. Hipertrofi Prostat.
Alfa-1 bloker : a. Prasosin.
b. Doxazosin 1 x 1.
c. Terazosin 1 x 1.

Y. Ortostatis atau TIA.
  1. Klonidin.
  2. Beta bloker.
Z. Kerusakan Ginjal.
  1. Pengotrolan TD ≤ 130 mm Hg hasilnya lebih baik dari pada pembatasan Protein 0,6 g/hari terutama pada Proteinuria 1 g/hari terbukti meperlambat progresivitas kerusakan Ginjal.
  2. Obat yang bermanfaat : a.Furosemid. b.CCB. c. Klonidin. d. ACEI dosis rendah kecuali Fesinopri. e. ACEI disertai CCB lebih disukai.